1 Bella

[Di dalam studio]

"Nah! Itu dia interview bersama tamu kita minggu ini! Semoga hari kalian menyenangkan!" Kata seorang presenter acara tv menghadap kamera.

"Cut!" Kata seseorang di belakang kamera.

"Terimakasih Bella sudah mau mampir." Kata presenter itu sambil bersalaman denganku.

"Iyaa sama-sama mbak, aku juga senang bisa datang kesini." Kataku tersenyum.

"Eh tapi apa gosip itu benar? Katanya kamu saat ini sedang berpacaran dengan seseorang?" Tanya presenter itu penasaran.

"Ah nggak ko mbak.. gosip aja itu." Kataku sambil tertawa kecil. "Oiya, apa aku sudah boleh pulang? Aku masih ada urusan soalnya." Lanjutku.

"Oiya silahkan Bella." Kata presenter itu padaku.

Aku lalu berdiri dan pergi ke ruang ganti untuk mengambil barang-barangku.

Aku melihat Roy berdiri di depan pintu ruang ganti itu. Rambutnya ia panjankan sebahu layaknya seorang mahasiswa di tahun keduanya.

Roy juga teman baikku dari kecil. Ya, bisa dibilang kami itu teman masa kecil.

"Roy! Kamu ngapain kesini?" Tanyaku pada Roy.

"Hai Bell! Aku cuma mau menjemputmu dan mengajakmu makan malam." Jawab Roy.

"Bolehsih, eh tapi gimana caranya kamu bisa masuk kesini?"

"Ha? Kamu lupa seluruh gedung dan stasiun tv ini siapa yang punya?" Kata Roy sambil mengernyitkan matanya.

Aku lupa kalau ayah Roy adalah pemilih Zwei TV. Ayahnya adalah orang yang cukup terpandang di kalangan elite. Ia juga memiliki beberapa bisnis lain dibidang hiburan dan tempat aku interview kali ini adalah milik ayahnya juga.

"Oiyaa aku lupa hahaha, pasti enak ya dari kecil udah kaya." Kataku tertawa.

"Ngomong apa kamu? Bukannya kamu sendiri anak orang kaya?" Kata Roy. "Papa mu kan yang saat ini jadi orang terkaya kedua di Negara ini." Lanjutnya.

Nama ayahku adalah Betrand Vasya. Dia memang terkenal disini. Tidak ada satu orangpun yang tidak mengenalnya tapi mereka tidak tau sifat aslinya.

"Sudahlah jangan bahas itu." Kata ku.

"Yaudah kalo gitu ayo pergi makan!" Kata Roy sambil mebuka pintu ruang ganti. "Cepat ambil barang-barangmu." Katanya tersenyum.

Aku mengambil tas dan setelah itu pergi menuju mobil Roy yang di parkir di tempat VIP gedung ini.

Terlihat sebuah mobil berwarna silver 2 pintu dengan tulisan "BMW" pada kap mesinnya.

"Silahkan masuk tuan putri." Kata Roy sambil membukakan pintu mobilnya untukku.

"Oh, terimakasih pelayan setia ku." Jawabku bercanda.

"Hei! Tidak bisakah aku menjadi pangeran atau sesuatu yang setara dengan tuan putri?!" Kata Roy. "Kita sudah memainkan ini cukup lama dan aku masih menjadi pelayan." Kata Roy cemberut.

"Oh sudahlah inikan cuma bercandaan." Kataku tersenyum.

Aku suka sekali menggoda Roy, wajahnya memang seperti anak nakal tapi tingkahnya masih seperti anak kecil. Mungkin itu yang membuatku selalu menganggapnya seperti adikku sendiri.

*Mesin mobil menyala*

"Mau kemana kita?" Tanya ku.

"Hmm... Gimana kalau kita makan di restoran Vylon." Jawab Roy. "Aku dengan sekarang restoran itu sudah mendapat penghargaan michellin star." Lanjutnya.

"Benarkah? Yaudah kita kesana aja! Aku penasaran seperti apa makanan dari restoran yang dapat michellin star!" Kata ku.

'Ps: Silahkan google untuk tau apa itu Michellin Star'

"Bell, kamu lagi suka lagu apa? Masa kita hening gini di mobil." Tanya Roy.

"Hmm.... Oh aku tau, kamu udah pernah baca novel "Strings Of Fate" belum?" Kata ku.

"Ha? Apaan? Aku gatau."

"Ih ada loh di webnovel kemaren menang juara 3 di contestnya webnovel juga." Kata ku.

"Gatau, terus kenapa emangnya?" Kata Roy.

"Itu loh Roy, di ceritanya kan ada adegan si cowo lagi main gitar nah authornya ngebuat lagunya beneran." Jawabku.

"Oiya? Apa judulnya?" Tanya Roy.

"Kalo nggak salah I Miss You deh judulnya." Jawabku.

Roy mengerualkan handphonenya dan mulai mencari lagu itu.

"Nggak ada tuh Bell, aku udah nyari di Spotify sam Joox." Kata Roy.

"Coba di youtube, tulis "Strings Of Fate I miss You" kemarensih aku nemunya disitu." Kataku.

Roy kembali melihat handphonnya dan mencari lagu itu.

(Strings Of Fate - I Miss You is playing)

Sepanjang perjalanan kami mendengarkan lagu - lagu dan tak terasa tujuan kami sudah dekat.

Kami tiba di sebuah restoran bertuliskan "Vylon" di atapnya. Dari jendela restoran itu, aku bisa melihat banyak sekali orang sedang menikmati makanan mereka.

"Eh Roy, itu kayaknya rame banget deh. Kita bakal dapet tempat?" Tanyaku.

"Hahaha sebenarnya aku udah pesen tempat duluan tadi." Jawab Roy sambil tertawa. "Bentar ya kita cari parkir dulu baru deh masuk kesana." Lanjutnya.

Roy memarkirkan mobilnya. Ia lalu turun dan membukakan pintu mobil bagianku.

Kami berjalan masuk ke restoran. Di pintu masuk, ada seorang pramusaji dengan pakaian lengkapnya dan memegang menu.

"Mohon maaf, restoran sudah penuh mas." Kata pelayan itu.

"Oh saya sudah reservasi mas, coba cari nama Roy Jeyhart" Kata Roy.

Pramusaji itu kemudian membuka sebuah buku kecil, mungkin berisi catatan pegawai atau semacamnya.

"Oh, maafkan saya mas. Silahkan masuk, mari saya antar ke meja anda." Kata pramusaji itu.

Kami mengikuti pramusaji itu dari belakang. Ia membawa kami ke meja untuk 2 orang dengan taplak berwarna putih dan 2 buah buku menu di meja itu.

"Silahkan." Pramusaji itu mempersilahkan kami duduk di meja itu.

Aku dan Roy duduk disana. Kami membuka menu dan menentukan pilihan makanan sementara pramusaji itu masih berdiri di samping meja kami.

"Mas saya pesan ini, ini ,ini sama yang ini ya minumnya." Kata Roy pada si pramusaji itu. "Kamu pesan yang mana Bell?" Tanya Roy.

"Hmm aku pilih tenderloin beef with mushroom sauce aja sama purple sunset minumnya." Jawabku.

Pramusaji itu menulis makanan kami dan mengulang pesanan kami. Kemudian ia pergi kerah dapur dan menyerahkan pesanan kami.

Aku dan Roy mengobrol sambil menunggu makanan kami.

"Julian! Kau tidak bisa seperti itu! Bagaimana bisa kau menerima pekerjaan seperti itu!" Suara itu datang dari meja di sebelah kami.

Aku melihat kearah meja itu, ada 2 orang disana. Satu berambut hitam dengan kacamata sementara yang satu lagi memiliki rambut pirang.

"Bagaimana bisa kamu menerima pekerjaan itu, pertama kau jadi dosen dan sekarang mau jadi seperti ini?!" Kata orang yang berambut pirang.

"Tenanglah Ben, nggak usah teriak-teriak gitu. Diliatin orang-orang tuh." Jawab pria berkacamata.

Pria berambut pirang itu melihat ke sekelilingnya dan mengetahui bahwa dirinya telah menjadi tontonan seluruh restoran.

"Ah sudahlah, aku pergi dulu!" Kata pria berambut pirang.

"Lah terus ini makanan siapa yang bayar?!" Tanya pria berkacamata.

"Kau yang bayar!" Jawab pria berambut pirang itu.

Pria berkacamata itu hanya tertawa dan berdiri meminta bon makanan mereka.

Seorang pramusaji datang menghampiri dan memberikn buku berisi bon makanan mereka. Pria kacamata itu lalu menyelipkan uang dan berjalan menuju pintu keluar.

"Udah nggak usah diliatin mulu." Kata Roy padaku.

"Ha? Iyaa ya haha. Eh tapi Roy apa kamu nggak ngerasa pernah liat pria yang berkacamata itu?" Tanya ku.

Aku merasa kalau aku pernah melihat orang itu sebelumnya. Kan tetapi aku tidak bisa mengingat dimana aku bertemu orang itu.

"Oh orang itu, diakan dosen di jurusan kita. Dia malah ngajar kelas bisnis di kelas kita Bell." Jawab Roy.

"Ha? Masasih?" Kataku terkejut.

"Kamu kan jarang ke kampus, orang kerjaannya syuting mulu." Kata Roy.

"Yaa bener jugasih, tapi masa ada dosen yang kayak gitu di kampus? Masih muda lagi." Kataku.

Aku masih tidak menyangka pria berkacamata itu adalah dosen di kampusku. Dia masih muda dan wajahnya juga tampan, aku tidak mungkin melewatkan hal seperti ini di kampus.

"Sepertinya aku harus sering datang ke kampus sekarang." Kataku dalam hati.

Kami menyelesaikan makan malam kami saat itu. Rasa makanannya memang enak. Tidak salah jika restoran ini memiliki michellin star.

"Bell ayo aku antar pulang." Kata Roy.

"Nah gitu dong tanggung jawab kalo udah ngajak keluar." Kataku bercanda.

"Yehh tiap aku ajak pergi juga aku anterin pulang." Kata Roy.

Roy lalu mengantar aku kembali ke rumahku. Aku memang masih tinggal bersama keluargaku. Di saat anak-anak lain ingin pergi kuliah ke luar kota bahkan keluar negeri, aku lebih suka kuliah di kota ini.

"Makasih ya Roy." Kataku sambil menutup pintu mobil.

Roy hanya tersenyum dan mengacungkan jempolnya.

Aku masuk kedalam rumah.

"Hah... Mau berapa kali pun aku kembali kesini, tempat ini memang terlalu besar hingga terasa sepi sekali di dalam." Keluhku dalam hati.

Rumah ku memang sangat besar dan mewah karena dibangun diatas 4 kavling tanah. Ayahku juga meminta teman arsiteknya dulu untuk mendesign rumah ini. Konsepnya seperti istana dengan tiang-tiang besar sebagai pondasinya.

"Neng Bella, sudah pulang." Kata Gina.

Gina adalah seorang asisten rumah tangga di rumahku ini. Ia sudah disini sejak aku masih kecil.

"Eh mbak Gina, udah nih mbak. Baru aja dianterin sama Roy." Jawabku.

"Ealah sama mas Roy toh pulangnya, oiya neng tadi dicariin bapak tuh. Katanya ada tamu yang mau ketemu Neng Bella." Kata Gina.

"Ha? Tamu? Siapa mbak?" Tanyaku.

"Mbak juga gatau neng, tapi tadisih pas ngintip tamunya ganteng deh suer!" Jawab Gina.

"Papa dimana mbak?"

"Itu neng tadi bapak nungguin di ruang kerjanya." Jawab Gina.

Aku berjalan menuju ruang kerja papaku. Ruangan itu ada di dekat tangga ruang tengah.

Aku membuka pintu ruang kerja papaku. Saat itu aku melihat 2 orang pria, yang satu adalah papaku. Ia duduk di kursi miliknya itu sedangkan yang satunya lagi sedang berdiri.

Suara ku membuka pintu itu membuat papa dan pria itu menoleh. Ketika aku melihat wajah pria itu, aku tidak mengira akan secepat ini bertemu dengannya lagi.

**********

Hai, makasih sudah membaca 😁

Jangan lupa kasih komen dan masukan untuk ceritanya yaaaaa😝

avataravatar
Next chapter